Berbagai aliran pemikiran etika dalam mengkaji moralitas suatu tindakan telah berkembang sedemikian luasnya. Berdasarkan sejarahnya, pemikiran-pemikiran etika berkembang meliputi aliran-aliran etika klasik yang berasal dari pemikiran filosof Yunani, etika kontemporer dari pemikir Eropa abad pertengahan sampai abad 20-an, serta aliran etika dari pemikiran kalangan agamawan Islam yang selalu mengacu pada Al-Qur’an dan As-Sunah (Ludigdo, 2007: 22).
Akuntan syariah sebagai pelaku akuntansi syariah terikat oleh syariah yang bersumber dari al-Qur’an dan As-sunah. Dari al-Quran dan As-sunah diturunkan formulasi praktis dalam bentuk hukum Islam yang selanjutnya dikenal dengan syariah. Dalam syariah setiap tindakan manusia akan diklasifikasikan ke dalam lima hukum yakni wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Menurut Safi dalam Triyuwono (2006, 80) syariah adalah sistem yang komprehensif yang melingkupi seluruh bidang hidup manusia. Ia (syariah) bukan sekedar sebuah sistem hukum, tetapi sistem yang lengkap yang mencakup hukum dan moralitas.
Pengertian syariah yang dikemukakan oleh Safi memberikan suatu indikasi bahwa syariah bukan merupakan sistem hukum yang cenderung menekankan diri pada sistem hukum positif belaka, namun juga lebih dari itu, yaitu pada sisi moralitas (etika). Di sini terlihat adanya keterkaitan antara syariah sebagai hukum positif, di satu sisi, dan etika, di sisi yang lain, sebagai “ruh” yang memberikan nilai hidup bagi syariah itu sendiri (Triyuwono, 2006: 80).
Sepanjang sejarahnya telah berkembang berbagai teori etika diantaranya utilitarisme, deontologis, etika teonom, teori hak, dan teori keutamaan (lihat Djakfar, 2008). Menurut Djakfar (2008: 59) untuk lebih mengkristalisir pengertian kita tentang beberapa teori etika ini, berikutnya akan dikemukakan dalam tabel:
Dalam Islam dikenal terminologi akhlak yang berasal dari bahasa Arab yakni “akhlaq”, yang diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Djakfar, 2008: 4). Lebih lanjut Djakfar (2008: 4) mengartikan akhlak sebagai ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Etika, moral, dan akhlak kendati memiliki ruang perbedaan namun perbedaannya tidak prinsipil (lihat Djakfar, 2008: 3). Sedangkan Ikatan Akuntan Indonesia (2007) mengemukakan bahwa akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.
Implementasi akhlak ditujukan kepada empat sasaran yakni akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap lingkungan, akhlak terhadap diri sendiri (lihat Djakfar, 2008). Berikut penjelasan menganai sasaran dan implementasi ahklak menurut Djakfar (2008, 35).